Pro dan Kontra Kebijakan Larangan Study Tour bagi Siswa

Yogyakarta, LSP Pariwisata Jana Dharma Indonesia—Pro dan kontra kebijakan larangan study tour bagi Siswa masih saja jadi topik hangat hingga tahun 2025. Kebijakan larangan study tour yang diberlakukan di beberapa provinsi di Indonesia ini menuai banyak reaksi.
Mulai dari guru, orang tua siswa, pelaku industri pariwisata, hingga para pemilik usaha jasa transportasi dan perhotelan ikut bersuara. Isu ini bukan hanya soal kebijakan pendidikan, tapi juga menyentuh ekosistem bisnis yang lebih luas, khususnya industri pariwisata. Tak sedikit yang mempertanyakan: Apakah keputusan ini benar-benar solusi? Atau justru menciptakan masalah baru? Terlebih huru hara efisiensi anggaran juga masih menjadi isu panas.
Alasan di Balik Kebijakan Larangan Study Tour
Sejumlah daerah, termasuk Provinsi Jawa Barat dan Banten, telah mengeluarkan surat edaran resmi yang melarang kegiatan study tour ke luar kota maupun luar provinsi. Salah satu alasan utamanya adalah untuk mencegah beban ekonomi orang tua, serta menghindari risiko kecelakaan dalam perjalanan. Beberapa insiden kecelakaan bus pariwisata yang membawa siswa menjadi pemicu utama kebijakan ini.
Namun, di balik tujuan mulia itu, ada banyak pihak yang merasa dirugikan. Dunia usaha, khususnya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, mengalami penurunan permintaan yang signifikan. Study tour yang dulu menjadi ladang bisnis musiman bagi banyak UKM kini mulai menghilang dari kalender kegiatan sekolah.
Sudut Pandang Dunia Pendidikan
Bagi pihak sekolah, study tour bukan sekadar “jalan-jalan”. Ini adalah bagian dari metode pembelajaran aktif. Siswa belajar mengenal budaya, sejarah, dunia kerja, dan praktik lapangan yang tidak bisa mereka dapatkan di ruang kelas. Tanpa pengalaman lapangan seperti ini, proses pembelajaran menjadi terlalu teoretis.
Sejumlah kepala sekolah dan guru menyampaikan bahwa study tour sebenarnya bisa menjadi program edukatif yang dirancang dengan anggaran terukur dan risiko minimal. Asalkan disiapkan dengan matang, kegiatan ini tetap relevan dan bermanfaat.
Imbas Langsung pada Dunia Usaha Pariwisata
Bagi pelaku usaha di bidang pariwisata, kebijakan larangan study tour menjadi pukulan telak. Hotel, restoran, agen travel, hingga pemandu wisata yang selama ini mengandalkan kunjungan rombongan pelajar, kini kehilangan pasar besar.
Hal ini juga dirasakan oleh para pemilik usaha kecil di sekitar destinasi wisata edukatif seperti museum, desa wisata, dan pusat oleh-oleh. Misalnya, di Yogyakarta, yang dikenal sebagai salah satu tujuan utama study tour nasional, ribuan pelaku ekonomi lokal terdampak secara langsung.
Alternatif: Study Tour Lokal
Alih-alih melarang secara total, beberapa kalangan menyarankan agar kegiatan study tour disesuaikan, bukan dihapus. Misalnya, dengan mengadakan kunjungan edukatif ke tempat-tempat lokal yang lebih dekat dan mudah dijangkau. Sekolah bisa bekerja sama dengan lembaga resmi yang menyediakan program pelatihan dan pembelajaran langsung di industri.
Mengapa Bisnis Owner Perlu Peduli?
Sebagai pemilik bisnis, tentu perlu memahami pentingnya kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri pariwisata. Study tour bisa menjadi pintu masuk untuk generasi muda, calon tenaga kerja masa depan.
Jika tren larangan ini terus berlanjut tanpa solusi, maka bukan hanya dunia pendidikan yang stagnan—tapi juga regenerasi tenaga kerja terampil akan terganggu. Inilah saatnya pelaku usaha ikut serta dalam membentuk sistem edukasi yang lebih realistis dan berdampak langsung, salah satunya dengan membuka program kunjungan edukasi, magang, atau pelatihan yang terstandar.
Apa Kata Pemerintah Pusat terkait Kebijakan Larangan Study Tour?
Tahun 2024 lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, telah menyatakan bahwa larangan ini sebaiknya tidak bersifat umum. Ia menekankan perlunya komunikasi antara pemda dan pelaku industri pariwisata agar solusi yang diambil tidak merugikan pihak manapun. Study tour bisa tetap berjalan dengan pengawasan dan pengelolaan yang tepat.
Ini adalah sinyal positif bagi pelaku usaha di bidang pariwisata. Kegiatan study tour tetap bisa diadakan, asalkan sesuai standar keamanan dan memiliki nilai edukatif yang jelas.
Solusi Realistis dan Terukur
Study Tour Lokal: Fokus pada destinasi yang aman, dekat, dan edukatif.
Pengawasan Lebih Ketat: Libatkan dinas pendidikan dan mitra profesional dalam perencanaan dan eksekusi.
Transparansi Biaya: Buka informasi anggaran ke orang tua agar tidak ada kesan komersialisasi.
Dengan strategi ini, semua pihak bisa mendapatkan manfaat tanpa harus membebani atau mengorbankan keselamatan siswa.
Baca juga:
Kesimpulan: Kebijakan Larangan Study Tour Bukan Satu-Satunya Jalan
Kebijakan Larangan Study Tour memang hadir dari niat baik, namun perlu evaluasi menyeluruh agar tidak menjadi bumerang. Pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan teori di kelas. Sementara itu, industri pariwisata dan bisnis lokal sangat membutuhkan dukungan agar tetap hidup dan produktif.
Sumber:
bandung.kompas.com
asita.id